Cirebon kuwe salah siji kota nang sisi wetan Propinsi Jawa Barat, kota kiye umume dikenal sebagai kota pelabuhan utawa Bandar juga kadang diarani kota udang, merga produksi udang daerah kiye akeh banget. Angger ditilik sekang budayane, wilayah Cirebon kuwe titik percampuran budaya antara budaya Sunda karo budaya Jawa, wujud percampuran kuwe anane nang tampilan basa, seni karo tradisine.
Sepanjang sejarah, Cirebon telah disebut dan dieja dengan berbagai nama dan cara yang membingungkan oleh beberapa kelompok masyarakat seperti:disebut Charabom oleh orang Portugis, Tjeribon dan Cheribon oleh orang Belanda, Cirebon oleh orang Sunda , Caruban, Carbon dan Cerbon oleh orang Jawa Cirebon. Ejaan resmi dalam bahasa Indonesia adalah Cirebon, yang artinya perarian udang, disebabkan karena banyaknya anak udang (rebon) di sungai lokal (ci). Udang udang tersebut adalah merupakan bahan utama untuk pembuatan terasi , dimana Cirebon terkenal akan terasinya. Itulah sebabnya Cirebon juga punya nama panggilan Kota Udang.
Dalam ejaan Bahasa Indonesia yang baru yang dimulai tahun 1972, huruf j dibuah menjadi y dan huruf Tj menjadi C. Sehingga nama nama seperti Tjirebon, Tjaruban dan Tjarbon, sekarang ditulis menjadi Cirebon, Caruban dan Carbon.
Penduduk Cirebon mengaku daerahnya sebagai Cerbon, sebuah kata yang mempunyai arti campuran , merujuk kepada adanya campuran kesenian dari Hindu, Budha dan Islam dan tradisi spiritual yang menginspirasi Kebudayaan dan Kesenian Cirebon. Saya cenderung untuk menggunakan nama Indonesia, kecuali konteksnya dalam bahasa Jawa Cirebon.
Sejarah
Asal kota Cirebon ialah pada abad ke 14 di pantai utara Jawa Barat ada desa nelayan kecil yang bernama Muara Jati yang terletak di lereng bukit Amparan Jati. Muara Jati adalah pelabuhan nelayan kecil. Penguasa kerajaan Galuh yang ibu kotanya Rajagaluh menempatkan seorang sebagai pengurus pelabuhan atau syahbandar Ki Gedeng Tapa. Pelabuhan Muara Jati banyak di singgahi kapal-kapal dagang dari luar di antaranya kapal Cina yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat, yang di perdagangkannya adalah garam, hasil pertanian dan terasi.
Kemudian Ki Gendeng Alang-alang mendirikan sebuah pemukiman di lemahwungkuk yang letaknya kurang lebih 5 km, ke arah Selatan dari Muara Jati. Karena banyak saudagar dan pedangan asing juga dari daerah-daer5ah lain yang bermukim dan menetap maka daerah itu di namakan Caruban yang berarti campuran kemudian berganti Cerbon kemudian menjadi Cirebon hingga sekarang.
Raja Pajajaran Prabu Siliwanggi mengangkat Ki Gede Alang-alang sebagai kepala pemukiman baru ini dengan gelar Kuwu Cerbon. Daerahnya yang ada di bawah pengawasan Kuwu itu dibatasi oleh Kali Cipamali di sebelah Timur, Cigugur (Kuningan) di sebelah Selatan, pengunungan Kromong di sebelah Barat dan Junti (Indramayu) di sebelah Utara.
Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Walangsungsang putra Prabu Siliwanggi dari Pajajaran. Walangsungsang ditunjuk dan diangkat sebagai Adipati Carbon dengan gelar Cakrabumi. Kewajibannya adalah membawa upeti kepada Raja di ibukota Rajagaluh yang berbentuk hasil bumi, akan tetapi setelah merasa kuat meniadakan pengiriman upeti, akibatnya Raja mengirim bala tentara, tetapi Cakrabumi berhasil mempertahankannya.
Kemudian Cakrabumi memproklamasikan kemerdekaannya dan mendirikan kerajaan Cirebon dengan mamakai gelar Cakrabuana. Karena Cakrabuana telah memeluk agama Islam dan pemerintahannya telah menandai mulainya kerajaan kerajaan Islam Cirebon, tetapi masih tetap ada hubungan dengan kerajaan Hindu Pajajaran.
Semenjak itu pelabuhan kecil Muara Jati menjadi besar, karena bertambahnya lalu lintas dari dan ke arah pedalaman, menjual hasil setempat sejauh daerah pedalaman Asia Tengara. Dari sinilah awal berangkat nama Cirebon hingga menjadi kota besar sampai sekarang ini.
Pangeran Cakra Buana kemudian membangun Keraton Pakungwati sekitar Tahun 1430 M, yang letaknya sekarang di dalam Komplek Keraton Kasepuhan Cirebon.
Kerajaan Cirebon
Para pendatang ke Keraton kuno Ceribon terkadang merasa seperti dibawa ke masa lalu. Efek visual dari arsitektur istana sangat menakjubkan. Dengan model gapura dua pilar yang dramatis dan dengan penuh perhiasan menghiasi pagoda seperti pada anjungan yang dikelilingi dengan dinding tumpukan batu bata merah tanpa semen dengan sisipan lempengan dari dinasti cina Ming, menjadikan keraton Cirebon lebih seperti candi Hindu Bali dari pada surau di Jawa Tengah. Ini sebenarnya tidak mengejutkan mengingat kurun waktunya kembali kejaman Hindu Jawa di abad ke1400 an. Sesungguhnya, para peneliti percaya bahwa ada semacam rangkaian sejarah yang terputus berkenaan dengan lingkungan Kerajaaan Cirebon dimasa Hindu Jawa yang lampau.
Arsitektur Jawa Hindu dari Keraton Kasepuhan
Sejak jaman dahulu kala, daerah pedesaan sekitar Cirebon telah menjadi pusat kehidupan dari seniman tradisionil, suatu kenyataan yang masih terjadi sampai saat ini. Sebagai tambahan, seperti disampaikan oleh Cohen dalam artikelnya “Multiculturism and Performance in Colonial Cirebon“, ada banyak petunjuk yang mendemonstrasikan bahwa keraton adalah pusat utama kesenian yang hebat dimasa lalu. Kurang lebih di akhir abad ini kegiatan di keraton Cirebon menurun, sebagian dikarenakan kesulitan finansial yang parah. Bagaimanapun akhir akhir ini, ketiga Keraton Cirebon telah sekali lagi menjadi aktip menjaga kelanggengan kesenian Cirebon.
Secaraumum Keraton Kasepuhan adalah dianggap yang paling tua diantara tiga kerajaan Cirebon, terletak pada tempat abad 15 dari Pakung Wati, istana dari sultan Cirebon pertama, Sunan Gunung Jati. Kerajaan itu memelihara sebuah museum yang mengesankan dengan memperagakan kereta kencana, warisan keris, ukiran kayu yang mengesankan dan beberapa instrumen gamelan, dan yang paling utama dari pada itu adalah – Gong Sekati atau Sekaten yang dibunyikan dua kali dalam setahun pada salah satu pelataran dari anjungan Jawa kuno tersebut. Yayasan Keraton Kasepuhan yang di organisir oleh P.R. Nata Diningrat telah mulai meningkatkan program program untuk membantu mempromosikan dan melestarikan warisan budaya Cirebon, termasuk secara periodik menjadi tuan rumah dari penyelenggaraan Festival Keraton Nasional.
Pintu masuk dari tempat kediaman Sultan pada Keraton Kasepuhan
Keraton Kanoman hanya berjarak beberapa langkah kaki dari Kasepuhan dan memiliki kebudayaan yang sama penting dan kunonya. Bersamaan dengan anjungan dan gapura Hindu Jawa kuno, Kanoman juga mempunyai sebuah museum yang mempertontonkan kereta kereta Cirebon kuno, Keris dan Gamelan, meskipun yang tidak boleh dilupakan, peralatan Gong Sekati tidak dipertontonkan untuk umum. Keraton Kanoman memiliki sebuah sanggar yang aktip yang diberi nama Klapa Jajar, dipimpin oleh Pangeran Agus Djoni.
Pangeran Djoni (pakai selendang kuning) sedang menari gaya tayub pada ulang tahun sanggar Keraton Kanoman, Kalpa Jajar pada tahun 2006
Justru yang terkecil dan termuda dari ketiga kerajaan Cirebon – Keraton Kacirebonan – yang telah dengan sungguh sungguh memimpin membukakan kebudayaan Cirebon yang terpendam dan yang sebelumnya tertutup hanya untuk kalangan kerajaan. Almarhum Pangeran Haji Yusuf Dendabrata, lebih dikenal dengan sebutan Elang Yusuf, dahulu adalah orang yang benar benar membangkitkan kebudayaan Cirebon. Disamping menjadi patih dan menteri kesenian kerajaan, Elang Yusuf secara pribadi dahulu aktip dalam membangkitkan kembali seni gamelan Cirebon, tari tradisional, ukiran kayu, lukisan kaca, baju batik, arsitektur gaya Cirebon, dan wayang kulit, menjadi dalang wayang kulit di istana Kacirebonan beberapa waktu sebelum meninggal di tahun 2000.
Almarhum Pangeran Yusuf Dendabrata mendemonstrasikan gerakan tari Cirebon di rumahnya di Istana Kacirebonan pada tahun 2000
Lurah Seni dan Patih dari Keraton Kacirebonan saat ini adalah Anak sulung dari Elang Yusuf, Pangeran Haji Tomi Dendabrata yang meneruskan jejak orang tuanya. Haji Tomi adalah pendiri Sanggar Pekan Pandan yang mana anggota anggotanya terlihat dimana mana padapagelaran pagelaran tiga keraton Cirebon, juga terlihat pada tempat tempat lain di Cirebon. Haji Tomi telah berulang kali menjadi penanggung jawab kegiatan yang melibatkan seni Cirebon, termasuk melibatkan grup Cirebon dalam Festival Kesenian Keraton Indonesia yang terdirid ari 23 kekeratonan ternama. Ia telah berperan dengan sangat aktip dalam mendapatkan dukungan resmi pada bahasa Jawa dialek Cirebon, Jawa Cerbon, pada kurikulum di sekolah lokal. Sebagai pencipta tari tradisional bergengsi, ia telah menciptakan tari keraton baru untuk kekeratonannya. Proyek Haji Tomi yang lain adalah termasuk menolong membangkitkan kembali ansambel ketiga Gong kuno; yaitu Gong Renteng, Denggung dan Gong Sekati.
Pangeran Haji Tomi Dendabrata di Istana Kacirebonan pada tahun 2006 sedang mendemonstrasikan gerakan gerakan sebuah karakter dari Wayang Golek, berasal dari Cirebon kemudian menyebar kebagaian bagian lain dari pulau Jawa
Adik kandung laki laki Haji Tomi, Elang Iyan Arifudin, disamping menjadi anggota sanggar yang menyolok, telah aktip melibatkan diri dalam mendokumentasikan dan melestarikan kesenian Cirebon. Ia sekarang sedang studi tentang batik gaya Cirebon di desa batik Trusmi dan telah magang pada pedalang Keraton Kacirebonan, Ki Kurnadi. Elang Iyan telah mendapatkan pengukuhannya atau penampilan resmi pertamanya sebagai dalang pada Keraton Kacirebonan di bulan Agustus tahun 2006.
Pemerentahan
- Kecamatan Kejaksan
- Kecamatan Kesambi
- Kecamatan Pekalipan
- Kecamatan Lemahwungkuk
- Kecamatan Harjamukti
Peta Kota Cirebon
Basa, Seni karo Tradisi
Basa harian sing dituturaken penduduk umume ialah basa Cirebon (salah siji sub dialek kelompok Bahasa Jawa Wilayah Kulon), sebagian maning nganggo Basa Sunda. Wujud kesenian sing urip nang wilayah Cirebon kiye ialah perpaduan antara budaya Pras sejarah Hibdu karo Islam antarane:
- Panjang Jimat
- Nadran (pesta laut)
- Tarling (Gitar Suling)
- Lais (Laisan)
- Karawitan
- Genjring
- Berdirian (nang daerah Gempol, Sindanglaut karo Babakan)
- Trusmian
- Terebang
- Kuda Lumping
- Berokan
- Macapatan
- Sampyong
KULINER KHAS CIREBON
Kalau Anda pernah berkunjung ke Cirebon tapi tidak tahu bagaimana rasanya Empal Gentong, maka sampeyan sebenarnya belum tahu Cirebon. Selain Empal gentong, Cirebon juga terkenal dengan tahu gejrotnya yang sudah merambah Jakarta dan sekitarnya, sega lengko, encrod, krupuk mlarat, lontong sayur, dan beragam makanan dan penganan khas lainnya.
Sega Jamblang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar